BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Capra membuka pembahasannya dengan sebuah pengertian ilmiah baru mengenai kehidupan; mulai dari organisme, sistem sosial, politik dan ekonomi, pengertian itu berdasarkan pada suatu presepsi baru tentang realitas yang memiliki implikasi mendalam, bukan hanya pada ilmu fisafat, tetapi juga menyentuh ruang yang lebih luas. Konsep baru dalam fisika telah membawah perubahan yang sangat mendasar bagi pandangan dunia kita dari konsep Descrates dan Newton yang mekanistis kepada pandangan yang holistik dan ekologis, sebuah pandangan yang menurut Capra memiliki berbagai kesamaan dengan misitisme dari semua tradisi disepanjang jaman.
Setelah duaribu tahun yang tercatat dalam penanggalan, dunia ini telah mengalami perubahan besar disegala bidang kemajuan teknologi secara signifikan telah menjadikan dunia terhubung; dalam suatu jaringan informasi yang memungkinkan orang untuk berkomunikasi dengan orang dibelahan dunia yang lain dalam hitungan detik, memberikan pemahaman bahwa bumi hanyalah setitik air ditengah lautan tata surya yang maha luas, memungkinkan orang tahu bahwa didalam segenggam tanah dihutan tropis Amazon terkandung beraneka ragam spesies bakteri yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada populasi seluruh umat manusia didunia ini. Pandangan baru tentang dunia tersebut tidak begitu saja dapat diterima oleh para ilmuwan pada permulaan awal abad ini. Dalam pergulatan untuk memahami relitas baru ini, para ilmuwan akhirnya menyadari bahwa konsep dasar, bahasa maupun keseluruhan cara fakir yang mereka miliki belum memadai guna menjelaskan fenomena atomic. Problem yang mereka pikul bukan sekadar problem intelektual, melainkan lebih banyak tekanan emosional yang disebut dengan “krisis eksistensial”
Dinamika yang mendasari problem-problem utama jaman kita adalah Aids, kriminalitas, perlombaan senjata nuklir, polusi, inflasi, krisis energi, krisis presepsi. Semuanya merupakan residu peradaban yang tidak tereduksi oleh sistem yang kita kenal dengan moderenisme. Dan sekarang kita sudah sampai pada puncak perubahan yang dramatis dan penuh resiko.
Dalam karyanya yang berjudul: The Turning Point yang diterjemahkan dengan “Titik Balik Peradaban” inilah, Pritjof Capra menghadirkan visi baru tersebut. Sebuah paradigma baru; perubahan yang mendasar pada pemikmiran, presepsi, dan nilai yang kita miliki, semua yang dituangkan oleh Capra bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja konseptual koheren yang akan membantu mereka mengenali komunalitas/keseragaman tujuan yang mereka miliki dan pada akhirnya akan melahirkan sebuah tranformasi dimensi – dimensi tanpa awalan, titik balik bagi dunia sebagai sebuah keseluruhan.
Pembahasan Capra tentang paradigma ini, terbagi menjadi empat bagian, yaitu: Bagian pertama : Pengenalan terhadap tema-tema pokok buku ini diantaranya adalah mengenai fenomena krisis dan bagaimana memahami krisis melalui pendekatan konsep para ahli. Bagian kedua : Menguraikan perkembangan histories pandangan dunia Cartesian-Newtonian serta perubahan dramatis konsep-konsep dasar mereka dalam fisika moderen. Bagian ketiga : Menguraikan pengaruh pokok pemikiran Cartesian-Newtonian dalam biologi, kedokteran, psikologi dan ekonomi serta mengajukan berbagai kritik terhadap paradigma mekanistik yang ada pada bidang-bidang tersebut. Bagian keempat: Pembahasan mendetail seputar visi realitas baru. Visi baru ini mencakup pandangan sistem-sistem yang sedang bangkit tentang kehidupan, jiwa, kesadaran, evolusi; pendekatan holistic yang paling tekenal dalam kesehatan dan pengobatan; pemaduan terhadap pendekatan timur dan barat terhadap psikologi dan psikoterapi; sebuah kerangka kerja konseptual baru dalam ekonomi dan teknologi serta prespektif ekologis dan feminin dan bersifat spiritual dalam hakikat utamanya, serta akan membimbing kepada perubahan mendasar struktur budaya dan politik. Inilah yang menjadi dasar pemikiran Fritjof Capra untuk menyodorkan sebuah formula baru tentang paradigma ilmu pengetahuan dan kehidupan, yakni pemikiran sistem.
Karena keterbatasan kemampuan kami dalam mengkaji dan memahami ataupun upaya mempresentasikan keseluruhan isi buku ini dengan baik, maka kami hanya akan mefokuskan pokok bahasan mengenai krisis dan transformasi global sebagaimana tertuang pada bagian pertama dari buku “Titik Balik Peradaban” karya Fritjof Capra. Dan kami juga mengkaji sedikit dari semua krisis global dengan melakukan pendekatan sesuai pandngan Capra tentang visi baru dunia dengan pendekatan sistem.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Krisis Global Dalam Kehidupan Masyarakat.
Pada akhir abad ke-20, masyarakat dunia dihadapkan pada serangkaian masalah global yang membahayakan masa depan planet bumi. Ancaman ini sangat mengejutkan karena terjadi dalam waktu yang singkat serta tidak dapat dikembalikan pada wujud semula. Isu utama dan dominan adalah masalah lingkungan hidup.Untuk pertama kalinya kita diperhadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan semua bentuk kehidupan di planet ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan penimbunan puluhan ribu senjata nuklir, yang cukup untuk menghacurkan seluruh dunia beberapa kali. Untuk mengembangkan fasilitas nuklir ini diperlukan biaya yang cukup besar. Pada tahun 1978, sebelum terjadinya peningkatan biaya terbaru, pengeluaran militer dunia kira-kira 425 miliar dolar lebih dari 1 miliar dolar setiap harinya, lebih dari seratus Negara sebahagian besar berada di dunia ke tiga, berada dalam bisnis penjualan senjata, penjualan alat perlengkapan militer baik untuk perang nuklir maupun konvensional lebih besar dari pendapatan nasional, konsekuensinya Negara-negara yang berada di dunia ke tiga masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Di Amerika, dimana kompleksitas industri militer telah menjadi bagian yang integral dari pemerintah, pentagon mencoba membujuk kita bahwa membangun lebih banyak senjata akan membuat Negara menjadi lebih aman. Kenyataannya justru sebaliknya, semakin banyak senjata nuklir berarti semakin banyak bahaya. Selama beberapa tahun terakhir telah terlihat adanya suatu perubahan yang mengkhawatirkan dalam kebijakan pemerintahan Amerika, suatu kecenderungan dengan membangun gudang senjata nuklir yang tidak dimaksudkan untuk pembalasan melainkan untuk menyerang pertama. Terdapat semakin banyak bukti bahwa strategi penyerangan pertama bukan lagi menjadi pilihan militer melainkan sudah menjadi sesuatu yang sentral bagi kebijakan pertahanan Amerika. Dalam situasi semacam itu, setiap rudal baru akan membuat perang nuklir semakin mungkin. Senjata nuklir tidak meningkatkan keamanan, sebagaimana kata militer. Senjata nuklir akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan secara global.
Bahkan tanpa mempertimbangkan ancaman malapetaka nuklir sekalipun, ekosistem global dan evolusi kehidupan selanjutnya di bumi berada dalam bahaya yang serius dan bisa berakhir dalam satu bencana ekologis dalam skala besar. Kelebihan penduduk dan teknologi industri telah menjadi penyebab terjadinya degradasi hebat pada lingkungan alam yang sepenuhnya menjadi gantungan hidup kita. Sebagai akibatnya, kesehatan dan kesejahteraan hidup kita terancam kota-kota besar menjadi tertutup oleh selimut asap-kabut yang berwarna kuning dan terasa menyesakkan.
Berbarengan dengan munculnya berbagai bentuk patalogi social ini kita juga menyaksikan adanya berbagai anomali ekonomi yang tampak mengacaukan semua ekonomi dan politik terkemuka kita. Inflasi yang menjadi-jadi, pengangguran besar-besaran, dan distribusi pendapatan dan kekayaan tidak merata telah menjadi sifat-sifat struktur sebagian besar ekonomi nasional. Kecemasan yang timbul dari masyarakat umum dan para wakil rakyat diperburuk oleh presepsi bahwa sumber energi dan sumber alam yang merupakan bahan-bahan dasar dari semua aktivitas industri terkuras habis.
Krisis global dalam kehidupan masyarakat berdampak pada Berbagai semua aspek seperti dalam bidang sosial: meninggalnya lebih dari 15 juta orang sebagian besar diantaranya anak-anak meninggal karena kelaparan setiap tahun, lima ratus juta lainnya kekurangan gizi dengan serius, tiga puluh lima persen dari seluruh umat manusia kekurangan air minum yang bersih,. Dalam bidang ekonomi: terjadi inflasi yang menjadi-jadi, pengangguran besar-besaran, dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang tidak merata. Dalam bidang lingkungan; tercemarnya udarah, makanan dan air akibat elemen radio aktif yang dilepaskan. Dalam bidang ekologi; tumbuh-tumbuhan menjadi mati dan binatang mulai mengurang. Dalam bidang kesehatan; berbagai penyakit yang melanda umat manusia seperti: penyakit kanker, Hati, stroke dan psikologi sosial misalnya depresi, schizophrenia, serta dalam bidang politik munculnya disintegrasi, perang antar negara dan lain sebagainya.
Adalah suatu tanda zaman yang paling mengejutkan bahwa orang-orang yang seharusnya ahli dalam berbagai bidang tidak lagi mampu menyelesaikan masalah-masalah mendesak yang telah muncul didalam bidang-bidang keahlian mereka. Ekonom tidak mampu memahami inflasi, onkolog sama sekali bingung tentang penyebab-penyebab kanker, psikeater dikacaukan oleh schiszofrenia, polisi tidak berdaya menghadapi kejahatan yang meningkat, dan lain sebagainya. Pada tahun 1979 surat kabar The Washington Post memuat sebuah ceritera yang berjudul “The Cupboard of Ideas is Bare” yang meceritakan bahwa pemikir-pemikir besar yang mengaku bahwa mereka tidak mampu lagi memecahkan persoalan-persoalan kebijakan yang paling mendesak bagi bangsa mereka.
Eksploitasi terhadap alam telah berjalan seiring dengan eksploitasi terhadap perempuan, yang telah berjalan seiring dengan alam selama berabad – abad. Sejak semula, alam terutama bumi, dianggap sebagai seorang ibu pengasuh yang baik hati, tetapi juga sekaligus dianggap sebagai perempuan liar yang tidak bisa dikendalikan. Pada masa pra partriarkhal banyak aspek alam dihubungkan dengan berbagai manifestasi dari dewi. Dibawah sistem partriarkhal gambaran alam yang ramah itu berubah menjadi gambaran kepasifan, sedangkan pandanan alam sebagai suatu yang liar dan berbahaya kemudian menimbulkan konsep bahwa alam harus dikuasai oleh manusia. Sementara itu, pada saat yang sama perempuan digambarkan sebagai makhluk yang pasif dan tunduk pada laki-laki. Akhirnya dengan munculnya ilmu Newtonian, alam menjadi sebuah system mekanis yang bisa dimanipulasi dan dieksploitasi, bersama-sama dengan manipulasi dan eksploitasi terhadap perempuan. Dengan demikian, penggabungan antara perempuan dengan alam saling berkaitan dengan sejarah perempuan dan sejarah lingkungan, dan merupakan sumber hubungan alami antara feminisme dan ekologi yang semakin mantap keberadaannya. Caroline Merchant, seorang ahli ilmu sejarah dari university of California, Berkeley, mengungkapkan:
Dalam menggali akar-akar dilema lingkungan kita dewasa ini dan keterhubungannya dengan ilmu, teknologi, dan ekonomi kita harus mengkaji ulang formasi pandangan dunia dan ilmu, yang mendukung dominasi atas alam perempuan, dengan memuaskan kembali konsep realitas sebagai sebuah mesin. Sumbangan-sumbangan para perintis ilmu moderen seperti : Francis Bacon, William Harvey, Rene Descries, Thomas Hobbes, dan Isacc Newton harus dievaluasi Kembali.
Masalah-masalah global menyangkut kehidupan masyarakat dunia baik sekarang maupun masa yang akan datang tersebut perlu ditanggapi dengan kerja keras dan pemikiran yang komprehensif, sistimatis dan futuristic maka diperlukan suatu perubahan yang radikal dalam presepsi, pemikiran dan nilai-nilai. Dalam hubungan tersebut Capra mengemukakan teorinya tentang nilai-nilai yang bersifat ekosentris dengan menyodorkan formula baru tentang paradigma ilmu pengetahuan dan kehidupan, yaitu pemikiran system.
Capra mengatakan bahwa pandangan hidup yang merupakan landasan kita bagi ilmu-ilmu social, termasuk ilmu perliaku terutama ilmu ekonomi, merupakan persoalan-persoalan sisitematik yang non linier dan tidak lagi dapat dipahami dengan hanya memakai pola pikir Cartesian (1998:560). Capra mengajukan penelitian yang beretika ( ia merujuk pada etika ekologi I Ching dan filsafat dari filsafat Timur/Cina: Doaisme) dan mengacu kepada konteks ekologi yang relevan dengan permasalahan ……..”. (Rochiati Wiriiatmadja, ….:2).
Dari pikiran-pikiran diatas, terlihat dengan jelas terjadinya perubahan dan alur pergeseran paradigma (SHIFT), dari epistemolo yang Cartesian – Newtonian ke paradigma ekologi yang ditawarkan oleh Capra. Dengan memodifikasi defenisi Thomas Khun mengenai paradigma ilmiah kepada paradigma social maka Capra mereumuskan bahwa “suatu konstelasi konsep-konsep, nilai-nilai, presepsi-presepsi dan praktek-praktek yang digunakan bersama oleh suatu komunitas, yang membentuk suatu visi tertentu atas realita yang merupakan basis bagi cara komunitas tersebut mengatur dirinya. Paradigma baru ini dinamakan suatu pandangan dunia holistic, yang memandang duni sebagai suatu keseluruhan yang terpadu, bukan suatu kumpulan bagian-bagian yang terpisah. Paradigma baru tersebut juga suatu pandangan ekologis, yakni melihat dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Ekologi mengakui nilai-nilai intrinsik semua makhluk hidup dan memandang mansia tidak lebih dari suatu untaian dalam jarring-jaring kehidupan atau tidak dapat dipisah-pisah, satu sama lain saling tergantung. Seperti masalah keterbelakangan yang dihadapai oleh Negara-negara dunia ke tiga. Semuanya ini berhubungan satu dengan yang lain, yang menggambarkan suatu lingkaran setan yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan masyarakat.
Pandangan Capra terlihat dengan jelas dalam kehidupan kita saat ini misalnya: Banjir, tanah longsor, erosi tanah, misalnya, merupakan konsekwensi tak terelakan dari kesalahan filosofis manusia dalam memperlakukan alam ini. Fritjof Capra menyebut tendensi ini sebagai “shallow ecology”. Mustofa Muchdhor.
B. Memahami Krisis Yang Terjadi
Pertanyaan yang menarik disini adalah bagaimana kita bisa memahami krisis yang melanda kita saat ini? Kita dipaksakan untuk melihat krisis-krisis besar dalam konteks evolusi kebudayaan dan peradaban manusia. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, kita akan memanfaatkan tiga pendekatan yaotu konsep Arnold Toynbee dalam A Study Of History, dengan konsep siklus, konsep nilai budaya yang dikemukakan oleh Pitrim Sorokin dan gagasan kearifan dari I Ching.
Kita harus mengubah prespektif kita dari abad ke duapuluh ke satu rentang waktu yang mencakup ribuan tahun: dari pengertian struktur social statis hingga presepsi pola-pola perubahan dinamis. Dilihat dari prespektif ini, krisis muncul sebagai suatu aspek transformasi. Orang-orang Cina, yang memiliki suatu pandangan dunia yang benar-benar dinamis dan suatu pengertian sejarah yang tajam, tampak menyadari bahwa adanya hubungan yang kuat antara krisis dan perubahan. Istila yang mereka gunakan untuk “krisis” –we-ji- terdiri dari dua huruf yang berarti bahaya dan kesempatan. Para sosiolog barat telah menegaskan tentang intuisi kuno ini. Berbagai studi tentang periode-periode transformasi budaya diberbagai masyarakat telah menunjukan bahwa trasformasi tersebut secara tipikal didahului oleh bermacam-macamindikator social, banyak diantaranya identik dengan gejala-gejala krisis dewasa ini. Pada masa-masa perubahan budaya histories indicator-indicator ini cenderung muncul dalam satu hingga tiga dasawarsa sebelum transformasi sentral terjadi, yang semakin meningkat frekwensi dan intensitasnya pada saat transformasi ini mendekat, dan kemudian menurun lagi setelah transformasi itu terjadi.
Transformasi budaya semacam ini merupakan langka-langkah esensial dalam perkembangan peradaban. Menurut Arnold Toynbee, terjadi sesuatu peradaban itu sendiri dimulai suatu transisi yaitu dari kondisi statis ke aktifitas dinamis. Transisi ini mungkin terjadi secara spontan, melalui pengaruh beberapa peradaban yang vtelah ada melalui disitegrasi dari suatu peradaban atau lebih dari generasi yang lebih tua. Toynbee melihat pola dasar dalam terjadinya peradaban itu sebagai suatu pola interaksi yang disebutnya dengan “tantangan dan tanggapan” . tantangan dari lingkungan alam social memancing tanggapan kreatif dalam suatu masyarakat, atau kelompok social, yang mendorong masyarakat itu memasuki proses peradaban. Peradaban terus tumbuh ketika tanggapan terhadap tantangan awal berhasil membangkitkan momentum budaya yang membawah masyarakat keluar dari kondisi equilibrium mamasuki suatu keseimbangan yang berlebihan (overbance) yang tampil sebagai tantangan baru. Dengan cara ini, pola tantangan dan tanggapan awal terulang dalam fase-fase pertumbuhan berikutnya, dimana masing-masing tanggapannya berhasil menimbulkan suatu disequilbrium yang menuntut penyesuaian-penyesuaian kreatif baru.
Beberpa pemikiran dalam kaitan dengan perkembangan peradaban yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya:
1. Para filsuf Cina Kuno percaya bahwa semua manifestasi realitas, dihasilkan oleh dinamika yang saling mempengaruhi antara dua kutup kekuatan yang disebut yin dan yang
2. Heracilitus pada zaman Yunani Kuno, membandingkan tatanan dunia dengan api abadi, yang “ menyala dalam ukuran tertentu dan padam dalam ukuran tertentu”.
3. Empedocles menghubungkan perubahan-perubahan di alam semesta dengan pasang dan surutnya dua kekuatan yang saling mengisi, yang disebutnya “cinta” dan “ benci “.
4. Saint simon melihat sejarah peradaban adalah sebagai rangkaian pertukaran periode-periode “organic” dan “kritis”.
5. Herbert Spencer memandang alam semesta bergerak melalui suatu rangkaian “integrasi” dan “ diferensiasi”
6. Hegel memandang sejarah manusia sebagai suatu perkembangan spiral dari suatu bentuk kesatuan melalui fase perpecahan, dan kemudian menuju kearah reintegrasi pada tataran yang lebih tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar