A. Definisi Ilmu-Ilmu Sosial
Menurut Ralf Dahrendorf sebagai mana yang dikutip Supardan (2008:30) ilmu sosial diartikan sebagai seperangkat disiplin disiplin akademik yang memberikan perhatian pada aspek-aspek kemasyarakatan manusia. Ilmu-ilmu sosial mencakup sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi, sejarah dan politik.
Secara terminilogi sosiologi bersal dari bahasa Yunani, yakni kata socius dan logos, socius yang berrti kawan atau bermasyarakat. Sedangkan logos berarti ilmu. Osiologi adalah suatu ilmu tentang hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial.
Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, asal kata antropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Jadi antropologi merupakan ilmu yang berusaha mencapai pengertian atau pemahaman tentang manusia dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya.
Geogerafi berasal dari bahasa Yunani, yakni geo yang berarti bumi dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan. Pengertian bumi dalam geografi tidak hanya berkenaan dengan fsik alamiah saja, melainkan juga meliputi segala gejala dan proses kehidupannya. Oleh karena itu dalam hal gejala dan proses kehidupan melibatakan kehidupan tumbuhan, binatang dan manisa sebagai penghuni bumi tersebut.
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yakni syajaratun yang berarti pohon atau asal-usul, silsilah. Sejarah merupkan sautu penggambaran atau rekonstruksi peristiwa, kusah, maupun cerita yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Sejarah terbagi menjadi tiga hal yaitu sebagai peristiwa, sejarah sebagi ceritan dan sejarah sebagai ilmu.
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yakni oikosnamos yang artinya manajemen urusan rumah tangga. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan kebutuhan manusia. Ilmu ekonomi juga adalah ilmu tentang usaha manusia ke arah kemakmuran.
Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena disini termasukk apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikiran logis, keputusan dan lain sebagainya. Sehingga psikologi adalah ilmu yang yang berkaitan dengan proses perilaku dan proses-proses mentalnya.
Ilmu politik merupakan disiplin akademis, dikhususkan pada penggambaran, penjelasan, analisis dan penilaian yang sistematis mengenai politik dan kekuasaan. Dalam hal ini mengkaji tentang negara, tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara lain.
B. Perkembangan Ilmu-Ilmu Sosial
Untuk memahami ilmu-ilmu sosial ada baiknya kita membahas terlebih dahulu perkembangan dari tiap ilmu-ilmu sosial. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang komperhensi. Di bawah ini, penulis akan memberikan perkembangan ilmu-ilmu sosial sebagai berikut :
1. Sosiologi
Sosiologi sebelum Aguste Comte sudah berkembang sejak jaman keemasan Islam yakni dengan adanya karya dari Ibnu Khaldun (1332-1406) dengan karyanya yang berjudul Al-Muqaddimah. Lahirnya istilah sosiologi tidak terlepas dari peranan dari Auguste Comte (1798-1857). Auguste Comte menulis karya yang berjudul Couse of Positive Philosopy. Dalam karyanya itu ia menyatakan bahwa masyarakat akan berkembang melalu ahap berpikir teologis, tahap metafisik dan tahap positivisme.
Untuk tahap selanjutnya muncul tokoh-tokoh sosiolog yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan sosiologi. Tokoh tersebut diantaranya adalah : Herbert Spencer (1820-1830), Emile Durkheim (1858-1917), Max Weber (1864-1920), Karl Marx, Ralf Dahrendorf, Talcot parsons, dan Lewis Coster.
2. Antropologi
Lembaga-lembaga antropologi etnologi merupakan awal lahirnya antropologi. Lembaga Societe Etnologique didirikan di
3. Geografi
Istilah geografi pertama kali muncul dari Eratosthenes (275-192 SM). Ia telah berjasa untuk menentukan ukuran ukuran besar bumi, peletak dasar geodesi dan membuat katalogus bintang. Di samping itu juga ada Starbo seorang ahli yang menguraikan pengaruh lingkungan fisik manusia terhadap pengelompokan kebudayaan dan dan model-model pemerintahan. Tokoh lain yang sangat penting adalah Claudius Ptolemeaus (100-178 M), ia adalah tokoh geosentris dan pembuatan peta serta penggunaan peta. Pandangan geosentris akhirnya diruntuhkan oleh pandangan heliosentris pada masa pencerahan dengan penenuan Galileo Galilei. Geografi modern dikembangkan Alexander Von Humboldt (1769-1859) dan Karl Ritter (1779-1859). Kedua tokoh ini berjasa dalam meletakan dasar-dasar ilmu pengetahuan empiris pada geografi.
4. Sejarah
Herodotus (198-117 SM) merupakan bapak sejarah karena karyanya yang objektif dalam menulis karya mengenai perang Persia. Dalam perkembanganya sejarah akan mengikuti jiwa zaman yang menyertainya seperti pada masa abad pertengah, reneisance dan pada masa pencerahan. Perkembangan sejarah yang baru tidak terlepas dari pengaruh Leopold Von Ranke (1795-1886) sebagai tokoh yang menggulirkan aliran sejarah kritis. Pada abad 20 terjadi perkembangan dalam ilmu sejarah dengan munculnya aliran annales yang dipelopori oleh Marc Bloch.
5. Ekonomi
Ilmu ekonomi sebagai sebuah disiplin akademik dalam perjalanan sejarahnya muncul pada abad ke 17 dan 18. hal tersebut ditandai dengan munculnya tulisan dari Adam Smith tahun 1776. Ilmu ekonomi dalam perkembangannya berkembang menjadi beberapa mazhab yaitu, mazhab merkantilisme, fisiokrat, klasik, sosialis, historis, marginalis, institusional, neoklasik, keynes dan yang modern adalah mazhab Chicago.
6. Psikologi
Usaha studi ilmiah yang sistematis terhadap psikologi mulai dibangun pada abad ke 19 oleh Wilhelm Wurdt (1832-1920). Ia merupakan seorang penganut aliran psikologi eksperimental. Dalam selanjutnya aliran-aliran psikologi berkembang dengan munculnya aliran psikologi psikoanalisis, psikologi behaviriorisme, psikologi gestalt, psikologi humanistik-existensialisme-fenomenomoligis dan aliran psikologi kognif.
7. Politik
Lahirnya ilmu politik secara formal berlangsung sejak abad 19 yaitu sejak berdirinya ecole libre des science politiques di Paris tahun 1870. secara embrio pembahasan tentang negara sudah dikenal sejak 450 SM di Yunani seperti pemikiran dari Plato, Aristotels. Dalam pengelompokan aliran-aliran ilmu politik terbagi menjadi 5 aliran yakni, institusionalisme atau kelembagaan, behavirisme, pluralisme atau kemajemukan, strukturalisme dan develompmentalisme.
C. Metode Ilmiah dan kebenaran ilmiah
1. Metode Ilmiah
Metode berfikir ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteritik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Metode ilmiah adalah prosedur untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang ada dan yang dipakai manusia didapatkan melalui metode ilmiah. Suatu pengetahuan, baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui keranka kerja ilmiah seperti yang terdapat dalam metode ilmiah. Dengan demikaian, apa yang disebut dengan metode ilmiah adalah : Prosedur yang digunakan oleh ilmuwan dalam pencarian kebenaran dengan cara kerja yang sistematis terhadap pengetahuan baru dan melakukan peninjauan kembali kepada pengetahuan yang telah ada.
Pendapat yang sama diungkapkan oleh Sri Soeprapto, ia menyatakan bahwa metode ilmiah adalah suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pemikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
· Perumusan Masalah
· Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis
· Perumusan Hipotesis
· Pengujian Hipotesis
· Penarikan Kesimpulan
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Meskipun langkah- langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, dimana langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya, namun dalam prakteknya sering terjadi lompatan.-lompatan. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalakan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreatifitas.
2. Kebenaran Ilmiah
Istilah kebenaran sebetulnya memiliki rentang yang sangat luas, tergantung dari perspektif mana melihatnya. Julienne Ford dalam Paradigms and fairy tales (1975) mengemukakan bahwa istilah kebenaran memilki empat arti yang berbeda yang ia simbolkan dengan T1, T2, T3, dan T4.
- Kebenaran Pertama (T1) adalah kebenaran metafisik. Kebenaran itu tidak dapat diuji benar atau tidaknya ( baik melalui justifikasi maupaun falsifikasi ) berdasarkan norma-norma eksternal, seperti kesesuain dengan alam, logika deduktif, atau standar-standar perilaku profesional.
- Kebenaran Kedua (T2) adalah Kebenaran etik, yang menunjuk pada perangkat standar moral atau profesional tentang perilaku yang pantas dilakukan, termasuk kode etik atau code of conduct. Seseorang dikatakan benar secara etik, bila ia berperilaku sesuai dengan standar perilaku itu.
- Kebenaran Ketiga (T3) adalah kebenaran logis. Sesuatu dianggap benar apabila secara logic atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang telahdiakui sebagai sesuatu yang benar ( dalam pengertian T3 ) atau sesuai dengan apa yang benar menurut kepercayaan metafisik (T1).
- Kebenaran Keempat (T4) adalah kebenaran empirik, yang lazimnya dipercayai sebagai landasan pekerjaan para ilmuwan dalam melakukan penelitian. Sesuatu ( kepercayaan, asumsi, dalil, hipotesis, dan proposisi) dianggap benar apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti diverifikasi, dijustifikasi, dan tahan terhadap falsifikasi atau kritik.
Di antara keempat jenis kebenaran menurut Ford diatas, risalah ini lebih memusatkan perhatian pada kebenaran empirik (T4) yang disebut kebenaran ilmiah. Tentu saja tanpa mengesampingkan kaitan kebenaranini dengan tiga kebenaran lainnya, khususnya dengan T2 dan T3. Dalam kajian selanjutnya, fokus perhatian diarahkan pada fakta atau realitas sosial-psikologis pendidikan sebagai suatu objek penelitaian ilmiah.
Dalam konteks kebenaran ilmiah yang melibatkan subjek ( manusia, knower, dan observer) dengan objek ( fakta, realitas, dan known), terdapat tiga teori tentang kebenaran, yaitu teori-teori kebenaran korespondensi, kebenaran koherensi, dan kebenran pragmatisme.
- Teori Korespendensi (Correspondence Theory), teori ini beranggapan bahwa sebuah pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkannya itu merupakan fakta, dalam arti adanya suatu kenyataan yang interaksional antara teori dengan realita (katsoff, 1996 : 183), motto teori ini adalah truth is fidelity to objective reality atau kebenaran itu setia atau tunduk pada realitas objektif (Supriadi, 1998 : 7),
- Teori Koherensi (Coherence Theory), yang beranggapan bahwa sesuatu dianggap benar jika terdapat koherensi atau konsistensi, dalam arti tidak terjadi kontradiktif pada saat bersamaan, antara dua atau lebih logika.. Jadi, fokus kebenaran dalam teori ini adalah logika yang konsisten dan secara inheren memiliki koherensi. Jadi, disini kebenaran logis mendahului kebenaran empiris (Kattsoff, 1996 : 181; Supriadi, 1998 : 7).
- Teori Pragmatis (Pragmatism Theory), yang beranggapan bahwa kebenaran itu tersimpul pada aspek fungsional secara praktis (Kattsoff, 1996 : 130-131). Segala sesuatu yang benar apabila memiliki asas manfaat (utilitarian). Jadi, kebenaran itu menaruh perhatian dalam praktik. Mereka memandang hidup manusia itu sebagai suatu perjuangan yang berlangsung terus menerus, yang didalamnya terdapat konsekuensi-konsekuensi bersifat praktis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar